Perasaan Riska
Lahir dari keluarga yang terpecah belah adalah hal yang harus Riska terima. Rasa sedih dan takut itulah yang Riska alami sejak ia masih kecil. Kakak laki-laki Riska sangat benci kepadanya karena mengannggap kelahiran Riska lah keluarganya menjadi terpecah belah. Sejak kecil Riska tidak pernah merasakan kebahagiaan seperti teman-temannya. Terus menerus siksaan yang ia alami sendiri harus ia tutup rapat-rapat. Walau begitu Riska tidak pernah menunjukan rasa sakit dan sedih yang ia alami itu kepada teman-temannya.
Riska memiliki cita-cita ingin menjadi pemain basket yang hebat. Mulai dari Riska duduk dibangku sekolah dasar Riska mulai menunjukan kemampuannya. Riska sangat suka bermain dan melakukan aktifitas yang membuat Riska melupakan masalah yang ia alami itu. Oleh sebab itu, teman-teman Riska tidak pernah tahu akan kesedihan yang Riska alami. Suatu hari saat sepulang sekolah Riska terus bermain basket, tanpa Riska sadari waktu sudah menunjukan sore hari. Bergegas Riska kembali kerumah, sesampainnya ia di rumah kakak laki-laki Riska duduk di ruang tengah menunggu Riska dan berkata kepadanya dengan wajah marah “ Dari mana saja kamu! Sudah tidak mau pulang kamu rupanya “
Perasaan takut dan sedih membuat Riska meneteskan air mata “ Aku minta maaf kak, tadi aku bermain tanpa lupa waktu kak “ jawab Riska kepada kakaknya.
Mendengar perkataan yang diucapkan Riska Kakak nya pun marah dan membentak Riska “ Ngapain kamu nangis?! Kakak benci anak yang cengeng “
Dengan rasa marah Riska di tarik dan dikurung di kamar mandi belakang oleh kakaknya. Perasaan sangat takut membuat Riska menangis dengan keras. Rasa takut itu hanya bisa membuat Riska berkata dalam hati “ Kenapa aku tidak pernah disayangi seperti teman-temanku yang lainnya. Aku hanya ingin merasakan kasih sayang dari kalian sama seperti teman-temanku. “
Hal yang terjadi pada Riska tidak pernah Riska ceritakan kepada ibunya. Riska tidak mau kakak nya dimarahi oleh ibu karena Riska sangat paham mengapa kakak nya membenci Riska sejak kecil. Keesokan harinya sepulang sekolah, Riska melepaskan segala kesedihannya dengan bermain basket. Tanpa sadar, seorang pelatih basket yang sedang duduk di bangku di dekat tempat Riska bermain memperhatikan Riska yang sedang bermain. Pelatih itu melihat kemampuan Riska yang sangat luar biasa. Pelatih itu kemudian menghampiri Riska dan berkata “ Kamu memiliki kemampuan hebat nak, saya bisa melihat kamu sangat cocok untuk masuk ke tim basket saya untuk mengikuti lomba basket di tingkat nasional yang akan datang “
Dengan rasa bahagia yang ada dalam hatinya itu Riska berkata “ Apakah benar? Dari dulu saya ingin sekali menjadi pemain basket yang hebat. “
“ Kalau begitu dimana rumah mu nak ? Apakah saya bisa bertemu dan meminta izin untuk kamu masuk ke tim basket saya? “
Riska pun teringat dengan kakak dan ibunya di rumah, dengan rasa takut dan rasa sedih yang bercampur pada hatinya Riska pun berkata “ Sepertinya saya tidak bisa ikut pak, pasti kakak saya tidak akan mengizinkan saya untuk bergabung pada tim bapak.“
“ Kenapa begitu? Sangat susah untuk mencari anak yang berbakat seperti kamu nak. Kamu tidak boleh menyia-nyiakan kesempatan yang Tuhan berikan ini.” Jawab sang pelatih.
Mendengar perkataan dan nasehat dari sang pelatih itu, Riska akhirnya mengajak sang pelatih ke rumah nya untuk meminta izin. “ Bagaimana bisa pak, saya saja tidak tahu bahwa anak saya sangat berbakat dan akan dimasukan ke dalam tim untuk lomba nasional pak. “ kata ibu Riska.
Pelatih itupun berkata “ Apakah ibu tahu jika anak ibu setiap sepulang sekolah terus berlatih bermain basket? “
“ Saya sibuk bekerja pak dan saya selalu pulang larut malam. Riska selalu dirumah bersama kakaknya.” Jawab ibu Riska.
Pelatih pun berkata “ Kalau begitu apakah keluarga Riska bersedia dan setuju bahwa Riska bergabung dengan tim basket saya untuk lomba tingkat nasional? “
Kakak Riska pun berkata “ Kalau keinginan mu sejak kecil itu ingin tercapai kejarlah Riska, kakak ingin kamu sukses. Kakak minta maaf akan segala perilaku dan perbuatan kakak sama kamu, kakak menyesal Riska.”
Mendengar perkataan yang diucapkan kakaknya pun membuat Riska mengeluarkan air mata dan berkata “ Riska sudah memaafkan kesalahan kakak, Riska yakin kakak sebenarnya sayang Riska.”
Akhirnya mimpi Riska untuk menjadi pemain basket yang hebat terwujud. Riska masuk tim basket lomba nasional, kerja keras yang ia lakukan tidak sia sia. (Tania)